Teruntuk

 Hi, aku kembali.


Yah, kali ini dengan keadaan yang sedang tidak baik-baik saja. Tapi sedang dalam proses memaafkan peristiwa dan memaafkan diri sendiri. Kisahku kali ini berasal dari perasaanku.

Tentang cerita ku yang ternyata karam sebelum berlabuh. Sedih? Tentunya, karena tidak pernah ada perpisahaan yang membuat kita baik-baik saja. Ini bukan cerita kepedihan, bukan pula ungkapan amarah apalagi kisah drama balas dendam. Karena menurutku setiap pertemuan dan perpisahaan yang terjadi pasti terselip banyak pelajaran yang mampu kita ambil. Aku harap bisa begitu juga dari kisah ini.

Kisah ini ternyata banyak didoakan orang-orang yang mengenal kami untuk berakhir baik dan berlabuh. Karena sepengelihatan mereka kisah ini diselimuti kebahagiaan dan damai tanpa ada konflik. Benar, semua berjalan baik, bahkan saat berakhir pun kami baik-baik. Lalu apa penyebabnya? Dunia itu seperti roda yang selalu berputar, begitupun cerita dalam kisah kami. Jujur aku bingung bagaimana menceritakan akhirnya kita memutuskan untuk tidak berjalan beriringan. Tapi tentunya semua sudah ditakdirkan oleh Tuhan, sang pemilik hati dan pembolak balik perasaan. Yang pasti dari kisah itu aku pernah merasakan bahagia, dan disayangi. 

Menjalani kisah diumur yang bukan belasan tentunya semakin banyak pertimbangan, tak terkecuali dengan kisahku kemarin. Benar banyak orang bilang, jika dalam suatu kisah sudah melibatkan orang tua dan keluarga artinya bukan suatu yang tidak serius. Namun tuntutan ego yang masih ingin mengejar karir dengan lingkungan dunia kerja yang harusnya banyak ditoleransi pasangan masing-masing, belum lagi hal-hal lain, yang memang banyak harus dipikirkan setelah ada diusia 25 tahun. Being a women in 25th years olds is not easy. Bukan titik toleransi yang menjadi highligth dari kisah ini, karena itu hanyalah secuil dari banyak hal-hal yang akhirnya jadi pertimbangan panjang. Duniaku tidak boleh berhenti hanya karna batasan-batasan ego yang harusnya bisa dimengerti satu sama lain. Begitupun sebaliknya, aku tidak pernah membatasi apa yang menjadi dunianya. Mungkin memang harus banyak belajar memahami ego agar satu dan lainnya tidak jadi korban. Intinya begini "Dia baik, tapi dia suka menyepelekan hal yang membuat saya sakit. Tapi semakin lama dia semakin menyempurnakan kesalahannya. Saya sayang sama orangnya tapi tidak dengan cara pikirnya"

Terlepas dari semua yang telah terjadi, ada hadiah baru yang kini harus aku redam sendiri. Harusnya memang tidak perlu ada penjelasan. Karena semua telah selesai dan kita tidak bisa membuat orang mengerti dengan hanya melihat satu sudut pandang, tapi caranya seolah membuat semua jadi rumit karena masih ada ego di dalamnya. Harusnya bisa sama-sama meredam ego, memaafkan dan menutup semua cerita tanpa membuat satu pihak merasa tersudut, tanpa menambahkan bumbu amarah apalagi dendam. Kita berawal dari kisah baik dan berharap walau kisah ini sudah selesai juga berakhir baik. 

Dan wahai orang baik yang pernah ku kenal dalam hidupku, yang pernah menghabiskan waktu yang tidak sebentar namun juga tidak panjang. Aku paham sekali kamu bagaimana, terlepas dari siapa yang hadir setelah aku. Aku harap semua cerita yang pernah terjadi di kisah kita baiknya disimpan dan di tutup saja, berdamailah dengan ego dan maafkanlah apa yang telah terjadi karena semua tidak bersumber dari satu titik saja. Doaku semoga hidupmu lebih bermanfaat kedepannya.

Comments

Popular posts from this blog

My Comfortable zone part 1! GAP CHILD~

Random~

Tulisan Untuk Senja